Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menghimpun sekian banyak kelebihan dari berbagai lapisan manusia selama pertumbuhan beliau. Beliau menjadi sosok yang unggul dalam pemikiran yang jitu, pandangan yang lurus, mendapat sanjungan karena kecerdikan, kelurusan pemikiran, dan ketepatan dalam mengambil keputusan. Beliau lebih suka diam lama-lama untuk mengamati, memusatkan pikiran dan menggali kebenaran. Dengan akalnya beliau mengamati keadaan negerinya. Dengan fitrahnya yang suci beliau mengamati lembaran-lembaran kehidupan, keadaan manusia dan berbagai golongan. Beliau merasa risih terhadap khurafat dan menghindarinya. Beliau berhubungan dengan manusia, dengan mempertimbangkan keadaan dirinya dan keadaan mereka. Selagi mendapatkan yang baik, maka beliau mau bersekutu di dalamnya. Jika tidak, maka beliau lebih suka dengan kesendiriannya. Beliau tidak mau meminum khamr, tidak mau makan daging hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada berhala, tidak mau menghadiri upacar atau pertemuan untuk menyembah patung-patung. Bahkan semenjak kecil beliau senantiasa menghindari jenis-jenis penyembahan yang batil ini, sehingga tidak ada sesuatu yang lebih beliau benci selain daripada penyembahan kepada patung-patung ini. dan hampir-hampir beliau tidak sanggup menahan kesabaran tatkala mendengar sumpah yang disampaikan kepada Latta dan Uzza. [ Sikap beliau ini belum bisa dibuktikan dengan perkataan Bahira. Lihat Sirah An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 1/128 ]
Tidak diragukan lagi bahwa takdir telah mengelilingi agar beliau senantiasa terpelihara. Jika ada kecenderungan jiwa yang tiba-tiba menggelitik untuk mencicipi sebagian kesenangan dunia atau ingin mengikuti sebagian tradisi yang tidak terpuji, maka pertolongan Allah masuk sebagai pembatas antara diri beliau dan kesenangan atau kecenderungan itu.
Ibnul-Atsir meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda, "Tidak pernah terlintas dalam benakku suatu keinginan untuk mengikuti kebiasaan yang dilakukan orang-orang Jahiliyah kecuali dua kali. Namun kemudian Allah menjadi penghalang antara diriku dan keinginan itu. Setelah itu aku tidak lagi berkeinginan sedikit pun hingga Allah memuliakan aku dengan risalah-Nya. Suatu malam aku pernah berkata kepada seorang pemuda yang sedang menggembala kambing bersamaku, karena aku hendak masuk Makkah dan hendak mengobrol di sana seperti dilakukan para pemuda lain."
"Aku akan melaksanakannya," kata pemuda rekanku.
Maka aku beranjak pergi. Disamping rumah pertama yang ku lewati di Makkah, aku mendengar suara tabuhan rebana.
"Ada apa ini?" Aku bertanya.
Orang-orang menjawab. "Perhelatan pernikahan Fulan dan Fulanah."
Aku ikut duduk-duduk dan mendengarkan. Namun Allah menutup telingaku dan aku langsung tertidur, hingga aku terbangun karena sengatan matahari esok harinya. Aku kembali menemui rekanku dan dia langsung menanyakan keadaan ku. Maka aku mengabarkan apa yang terjadi. Pada malam lainnya aku berkata seperti itu pula dan berbuat hal yang sama. Namun lagi-lagi aku mengalami kejadian yang sama seperti malam sebelumnya. Maka setelah itu aku tidak lagi ingin berbuat hal yang buruk." [ Kesahihan hadits ini diperselisihkan. Al-Hakim menshahihkannya dan Ibnu Katsir mendhaifkannnya di dalam Al-Bidayah wan-Nihayah, 2/287 ]
Al Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dia berkata "Tatkala Ka'bah sedang di renovasi, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ikut bergabung bersama Abbas, mengambil batu. Abbas berkata kepada beliau,"Angkatlah jubahmu hingga di atas lutut, agar engkau tidak terluka oleh batu. "Namun karena itu beliau justru jatuh terjerembab ke tanah. Maka beliau menghujamkan pandandan ke langit, kemudian bersabda." Ini gara-gara jubahku, ini gara-gara jubahku." Lalu beliau mengikatkan jubahnya. Dalam riwayat lain disebutkan, setelah itu tidak pernah terlihat beliau menampakkan auratnya. [ Karena paha laki-laki dianggap sebagai aurat yang tidak layak diperlihatkan. Shahihul-Bukahri bab Bunyanil-Ka'bah, 1/540. ]
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menonjol di tengah kaumnya karena perkataannya yang lemah lembut, akhlaknya yang utama, dan sifat-sifatnya yang mulia. Beliau adalah orang yang paling utama kepribadiannya di tengah kaumnya, paling bagus akhlaknya, paling terhormat dalam pergaulannya dengan para tetangga, paling lemah lembut, paling jujur perkataannya, paling terjaga jiwanya, paling terpuji kebaikannya, paling baik amalnya, paling banyak memenuhi janji, paling bisa dipercaya, hingga mereka menjulukinya Al-Amin, krena beliau menghimpun semua keadaan yang baik dan sifat-sifat yang diridhai orang lain. Keadaan beliau juga di gambarkan Ummul-Mukminin Khadijah Radhiyallahu Anha , "Beliau membawa bebannya sendiri, memberi orang miskin, menjamu tamu dan menolong siapa pun yang hendak menegakkan kebenaran." [ Shahihul-Bukhari, 1/3 ]
.:: Sirah Nabawiyah, Karya Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfury,
Pustaka Al-Kautsar, Hal 55-56 ::.
Mohon koreksi dan Masukannya
Tidak diragukan lagi bahwa takdir telah mengelilingi agar beliau senantiasa terpelihara. Jika ada kecenderungan jiwa yang tiba-tiba menggelitik untuk mencicipi sebagian kesenangan dunia atau ingin mengikuti sebagian tradisi yang tidak terpuji, maka pertolongan Allah masuk sebagai pembatas antara diri beliau dan kesenangan atau kecenderungan itu.
Ibnul-Atsir meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda, "Tidak pernah terlintas dalam benakku suatu keinginan untuk mengikuti kebiasaan yang dilakukan orang-orang Jahiliyah kecuali dua kali. Namun kemudian Allah menjadi penghalang antara diriku dan keinginan itu. Setelah itu aku tidak lagi berkeinginan sedikit pun hingga Allah memuliakan aku dengan risalah-Nya. Suatu malam aku pernah berkata kepada seorang pemuda yang sedang menggembala kambing bersamaku, karena aku hendak masuk Makkah dan hendak mengobrol di sana seperti dilakukan para pemuda lain."
"Aku akan melaksanakannya," kata pemuda rekanku.
Maka aku beranjak pergi. Disamping rumah pertama yang ku lewati di Makkah, aku mendengar suara tabuhan rebana.
"Ada apa ini?" Aku bertanya.
Orang-orang menjawab. "Perhelatan pernikahan Fulan dan Fulanah."
Aku ikut duduk-duduk dan mendengarkan. Namun Allah menutup telingaku dan aku langsung tertidur, hingga aku terbangun karena sengatan matahari esok harinya. Aku kembali menemui rekanku dan dia langsung menanyakan keadaan ku. Maka aku mengabarkan apa yang terjadi. Pada malam lainnya aku berkata seperti itu pula dan berbuat hal yang sama. Namun lagi-lagi aku mengalami kejadian yang sama seperti malam sebelumnya. Maka setelah itu aku tidak lagi ingin berbuat hal yang buruk." [ Kesahihan hadits ini diperselisihkan. Al-Hakim menshahihkannya dan Ibnu Katsir mendhaifkannnya di dalam Al-Bidayah wan-Nihayah, 2/287 ]
Al Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dia berkata "Tatkala Ka'bah sedang di renovasi, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ikut bergabung bersama Abbas, mengambil batu. Abbas berkata kepada beliau,"Angkatlah jubahmu hingga di atas lutut, agar engkau tidak terluka oleh batu. "Namun karena itu beliau justru jatuh terjerembab ke tanah. Maka beliau menghujamkan pandandan ke langit, kemudian bersabda." Ini gara-gara jubahku, ini gara-gara jubahku." Lalu beliau mengikatkan jubahnya. Dalam riwayat lain disebutkan, setelah itu tidak pernah terlihat beliau menampakkan auratnya. [ Karena paha laki-laki dianggap sebagai aurat yang tidak layak diperlihatkan. Shahihul-Bukahri bab Bunyanil-Ka'bah, 1/540. ]
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menonjol di tengah kaumnya karena perkataannya yang lemah lembut, akhlaknya yang utama, dan sifat-sifatnya yang mulia. Beliau adalah orang yang paling utama kepribadiannya di tengah kaumnya, paling bagus akhlaknya, paling terhormat dalam pergaulannya dengan para tetangga, paling lemah lembut, paling jujur perkataannya, paling terjaga jiwanya, paling terpuji kebaikannya, paling baik amalnya, paling banyak memenuhi janji, paling bisa dipercaya, hingga mereka menjulukinya Al-Amin, krena beliau menghimpun semua keadaan yang baik dan sifat-sifat yang diridhai orang lain. Keadaan beliau juga di gambarkan Ummul-Mukminin Khadijah Radhiyallahu Anha , "Beliau membawa bebannya sendiri, memberi orang miskin, menjamu tamu dan menolong siapa pun yang hendak menegakkan kebenaran." [ Shahihul-Bukhari, 1/3 ]
.:: Sirah Nabawiyah, Karya Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfury,
Pustaka Al-Kautsar, Hal 55-56 ::.
Mohon koreksi dan Masukannya